Pic source: freepik.com |
Bulan Oktober kemarin saya mendapat kesempatan menghadiri Forum Diskusi Publik Bijak Bermedia Sosial Untuk Indonesia Maju bersama Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (DJIKP) yang merupakan unit kerja dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKomInfo) Republik Indonesia. Peserta forum diharapkan bisa meneruskan informasi ke seluruh pengguna Internet di seluruh Indonesia tentang pentingnya menggunakan media sosial dengan cerdas dan bijaksana.
"Informasi adalah kebutuhan dasar manusia, maka harus dikelola dengan baik dan jangan malah menimbulkan kebencian"
Kalimat di atas membuka penjelasan Bapak drs. Gungun Siswadi M.Si tentang pentingnya Informasi bagi manusia. Saking pentingnya, saat ini informasi juga sudah menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan, misalnya saja dalam bentuk Media Sosial di Internet. Hal ini karena adanya kenaikan penetrasi pengguna Internet di seluruh dunia setiap tahun.
Khusus di Indonesia saja, sejak tahun 2016 hingga 2017 ada pertambahan pengguna Internet sejumlah 11 juta jiwa, dengan rasio pengguna laki-laki sebanyak 51,43% dan perempuan 48,5%. Kebanyakan pengguna berada di rentang usia 19-35 tahun. Hmm, padahal emak-emak usia cantik pun banyak yang masih aktif dan jadi penguasa jagad medsos yaa..
Kenaikan pengguna Internet yang sangat cepat disebabkan oleh pembangunan infrastruktur di bidang komunikasi yang semakin membaik, meningkatkannya daya beli pulsa, dan tingginya minat masyarakat akan informasi. Nah, balik ke informasi lagi kan.
Saya sendiri, sebagai blogger yang lingkup kerjanya sangat dekat dengan Internet dan Media Sosial, merasa kalau infromasi adalah kebutuhan harian yang harus selalu diupdate. Mulai dari informasi maha penting seperti kecelakaan pesawat tempo hari, hingga kabar receh sang raja drama menggerebek istrinya sendiri saat sedang bersama berondong. Eyaampuun sempet loh dia ngumpulin bu RT, warga sekitar, dan wartawan juga di situu.. *dibahas*
Arus informasi yang membanjir dan kadang-kadang super nggak penting itu lah yang membuat DJIKP merasa perlu membuat gerakan literasi digital agar masyarakat Indonesia mampu menyaring segala informasi dengan baik.
Literasi Digital: kemampuan seseorang untuk menyaring, memilah, memilih, dan memproduksi pesan-pesan yang terdapat dalam media internet dan media sosial. Dengan kemampuan literasi digital yang baik akan tercipta masyarakat melek digital, yaitu masyarakat yang mampu berpikir kritis terhadap semua konten yang ada di dalam media sosial, menyadari pentingnya beretika di media sosial, dan memanfaatkan kebebasan berinformasi secara baik.
Berbicara tentang literasi digital, yang perlu mendapat perhatian tentu saja pelakunya sendiri, yaitu generasi digital yang diharapkan menjadi ujung tombak pemahaman literasi digital di seluruh lapisan masyarakat (kok ribet banget yak kalimatnya -_-)
Generasi digital bisa dikenal dari ciri-cirinya:
1. Media sosial sebagai identitas
Berlomba membuat akun media sosial seperti Twitter, Instagram, Youtube, Facebook, Pinterest, Snapchat, Line, dan lain-lain sebagai pembuktian eksistensi mereka.
2. Belajar dengan cepat
Generasi ini memiliki kemampuan belajar sangat cepat karena menyerap informasi dengan bantuan Google, Yahoo, atau mesin pencari lainnya. Group chat yang mereka miliki juga berperan sebagai penyebar informasi.
Inget gak jaman kita SD kalau mau tanya PR harus gowes sepeda dulu ke rumah teman? Anak sekarang sih tinggal tanya di group Whatsapp saja, males ngetik pun bisa pakai voice, send, kelaar.
3. Kebebasan Berekspresi
Generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan. Mereka tidak suka diatur dan ingin memegang kontrol. Sementara Internet menawarkan semua kebebasan berekspresi itu.
4. Batas ruang privasi menipis
Generasi digital cenderung lebih terbuka dalam menampilkan ruang privasi mereka, hampir seluruh kegiatan sehari-hari diperlihatkan melalui sosial medianya.
Dengan semua kebebasan dan menipisnya sekat ruang pribadi, generasi digital memiliki tantangan berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Lingkungan yang sangat dinamis memaksa mereka untuk cepat beradaptasi dengan perubahan yang kadang tidak terduga, mampu bertindak cepat saat menghadapi situasi yang tidak pasti, dan harus selalu bisa berpikir kreatif di luar kebiasaan.
Media Sosial dan Generasi Digital
pic source: mpi-social.com |
Seperti yang sudah disebut di atas, media sosial adalah indentitas wajib bagi generasi digital atau yang lebih sering disebut generasi milenial, terutama di kota-kota besar. Berkat media sosial juga lahir anak-anak muda yang mampu mempengaruhi sebayanya dalam berpikir dan bergaya hidup (influencer).
Sayangnya tidak semua pengikut (follower) influencer ini memiliki literasi digital yang baik, mereka telan apapun yang disuguhkan panutannya, mereka tiru semuanya tanpa memilih dan memilah lagi, termasuk soal berbagi informasi.
Rasakan betapa cepat sebuah informasi menyebar sekarang, kadang-kadang malah bisa melebihi kecepatan cahaya. Banjir informasi ini akhirnya menciptakan hoax alias berita bohong, mulai dari hoax candaan hingga yang bersifat provokasi, agitasi, dan propaganda.
Meski pelaku penyebar hoax belum tentu berasal dari generasi milenial, nenek-nenek jaman sekarang juga ada yang senang nyebar hoax yakaaan.. tapi sudah jadi tanggung jawab generasi milenial untuk mampu meredam semua gejolak akibat hoax tersebut dan mengembalikan fungsi media sosial sebagai sarana penyebaran informasi edukasi dan sosialisasi, pemasaran dan bisnis, peluang usaha, serta membangun relasi dan komunitas.
Dukungan Semua Lapisan Masyarakat
Dan untuk para orang tua, om, tante, dan kakak-kakak dari generasi milenial ini, bantulah mereka menjalankan tugasnya menjaga pancasila dan persatuan Indonesia. Mudahkan tanggung jawab mereka dengan berusaha menahan mulut dan jari untuk tidak langsung bertindak saat mendapatkan informasi, tabayyun dulu ah..
Terus, itu facebooknya (iyaa, kalian generasi yang masih main facebook, karena milenials udah gak main facebook) jangan dipakai untuk perang politik melulu. Kalau ada yang lagi kampanye yha biarin aja sih..
Kampanye itu kan mirip orang jualan, kalau kita cocok sama barangnya dan punya uang, ya dibeli, gak cocok ya lewatin aja, masa kita mau ngomel di lapaknya bilang kalau barangnya jelek? Nah, kenapa giliran urusan politik jadi pada galak-galak? Kenapa begitu Esmeralda?
Yaudalaa, segini dulu aja ceritanya sebelum berakhir nyinyir. Pokoknya ingat yaa, Thinking before posting, saring before sharing :)
Punya sikap dalam bermedsos itu penting sekali, karena kita bisa menghindar dari hal2 yang tidak kita inginkan.
BalasHapusPikir sebelum posting dan saring sebelum sharing, saya sangat setuju!
Bahahah iya aduh iti galpok sama raja drama, bikin kegaduhan aja. Pake bawa2 wartawan. Kayaknya kalau udah "eksis" di internet itu seakan udah berasa sukses terkenal ya orang zaman sekarang itu. Padahal eksisnya juga sama yg gak bener, bukan sama prestasi.
BalasHapus((( nenek-nenek jaman sekarang juga ada yang senang nyebar hoax )))
BalasHapushahaha gak cuma nenek2 mbak, emak2 di FB ku juga banyak yang nyebarin berita ntah sumbernya dari mana ndak jelas.
Makanya sekarang aku males ol facebook, mau di mute/unfollow terkadang gak enak ntar kalo ketauan, soalnya rata2 keluarga dan teman.
dibaca jg bikin geram :))
Media online zaman now.
BalasHapusKadang bikin kesel, tapi saya selalu menyingkirkan hal2 yang bikin kesel itu jauh2 dari timeline saya.
Entah di hide, di snooze atau unfollow
Alhamdulillah, beranda medsos saya lumayan bersih :)
Sepakat sis...hehe... bijak bermedsos itu yg harus dimelekkan generasi kekinian yg haus akan informasi. Seperti pisau bermata 2, mau dibuat kebaikan atau dibuat keributan, pilihan ada di jempol kita... hehe. TFS
BalasHapusAku usia cantik dan cuma remah2 aja sih heheee. Biarpun begitu, syukurlah anak2ku nggak kebanyakan keliaran di medsos kayak emaknya. Ngeri lihat tingkah selebgram atau youtuber muda sekarang pada berani ekspos gaya berpacaran & pamer barang mewah di medsos. Mereka punya akun sih buat ngepo2in artis2 kesukaan mereka tapi jauh dari eksis & narsis kayak emaknya. Biar aja mereka belajar yg bener di kampus/sekolah, nggak banyak mikirin cara menarik perhatian orang buat dapat followers. Cukup emaknya saja wkwkwk.
BalasHapusThat's it... penting belajar adab/akhlak sebelum ilmu. Punya ilmu yang bagus tetapi adabnya minim, bisa jadi disalahgunakan ibaratnya pinter keblinger. Tapi kalo akhlaknya bagus dikasih ilmu dikit aja udah bisa bikin adem, apalagi akhlak bagus dan ilmunya banyak, bisa jadi inspirator kebaikan.
BalasHapusSecara berkala, saya suka ajak anak-anak untuk berdiskusi tentang social media. Apalagi anak-anak zaman sekarang kan memang rata-rata akrab banget dengan dunia socmed. Saya berharap kalau dengan rutin berdiskusi bisa sama-sama hati-hati saat legi berinteraksi di dumay
BalasHapusEmang penting banget nih buat orang2 yg belum tahu, soalnya sekarang asal ada berita nggak jelas asal ngeshare aja padahal beritanya hoax. Bijak dalam ngeshare juga, kalau nggak tahu emang lebih baik nggak usah balik di share. Bukan begitu kan mbak?
BalasHapusGroup WhatsApp terkadang suka menyebarkan berita bohong /hoax . Sayangnya tidak saring dan bertanya tentang kebenaran
BalasHapusBetul mbak! Sebagai generasi millenials maupun generasi X dan Z harus mulai stop menyebarkan berita hoax. Masa negara lain udah bikin ini itu, negara kita masih berkutit ngurusin operasi plastik sik? Satu Indonesia lagi. Itulah pentingnya berpikir sebelum posting dan menyaring sebelum sharing..
BalasHapusThinking before posting. Saring sebelum sharing. Setuju banget aku sama dua poin itu. Jaman sekarang kita memang harus bijak menggunakan media sosial.
BalasHapusGa cuman di medsos di group WA juga aku suka kesel sama emak2 yang suka sharing ga pake saring dulu pernah langsung ku tegor moso iya musibah JT610 dijadiin jokes pleaselah gimana perasaan keluarga yang ditinggalkan kalau sampe baca jokes begituan makanya edukasi bersosmed maupun di group kudu pisan :D
BalasHapusBener nih mbak, di era yang semuanya hampir serba digital ini harus pintar-pintar dalam menyaring dan menyebarkan informasi ya. Jangan sampai yang kita sebarkan adalah hoax.
BalasHapushoax ini yang susah diatasi
BalasHapusbanyak orang sekitar sy yang masih sebarkan hoax
kadang kita udah bilang itu hoax
masih aja ngeyel
bukannya menghapus apa yang mereka bagikan
gemeees
biasanya sih sy ga ikut share
atau klu gondok saya laporkan aja itu postingan
Sekarang udha masuj banget dunia digital ya moms. Jangan jangan nanti kalo anak anak kita udh gede udah ga ada lagi uang kertas, koran, dll XD soal literasi digital beberapa waktu lalu pernah nimba ilmu soal itu juga.
BalasHapusbener nih kak, jaman skarang mah siapa aja juga dapat dengan mudahnya nyebarin hoax.. makin ngeri kalau udah menjelang pilpress.. timeline jadi memanas
BalasHapusapapun jamannya, entah itu jaman bahaeula, jaman jadul, atau jaman digital, tetap kita harus mengedepankan kontrol diri sebagai perisai untuk menghalau segala pengaruh negatif yang bisa menyerang keamanan fisik dan mental kita.. jangan asal percaya dan sebar begitu aja informasi yg kita dapatkan, apalagi bila sumbernya belum jelas..
BalasHapusSebagai blogger, aku setuju! Setiap hal yang kita share baik di blog atau di sosmed adalah tanggung jawab kita. Jadi harus hati-hati dalam menulis :)
BalasHapussuka dengan kalimat terakhirnya, Thinking before posting, saring before sharing :)
BalasHapusHihi...perang politik ini yang bikin kita tau sejauh mana ia berilmu.
BalasHapusKarena katanya yang susah dikasih tau itu ada 2 tipe :
** Orang sedang jatuh cinta
dan ** Orang yang sedang ngomongin politik.
Dan bener aja...
Jadi banyak berita yang kita sendiri belum tau kebenarannya, tapi uda main share.
Selain generasi milienial yg harus diajar cernas bermedsos itu adalah ibu2 & bapak2 apalagi di wag keluarga ahahhahaha, suka kzl kalau sharing hoax di grup dengan gampangnnya, udah gitu dibahas panjang lebar. Mau ngasih tau ntar dibilang anak kecil sok tau XD ngga dikasih tau gemesh.. grrr #curhat :D
BalasHapusKu baca postingan ini serasa jadi pengingat untuk diri sendiri bijak bermedia sosial dan cerdas dalam berliterasi digital.
BalasHapusTerutama karena ku punya tiga anak perempuan, anak zaman sekarang yang lebih digital dari orangtuanya :)
Sekarang ini terlalu banyak orang yang kebablasan bermedia sosial. Sosialisasi kayak gini harusnya disampaikan juga ke sekolah2 ya..
BalasHapusMantap deh!
BalasHapusIya nih, kalau berani ngaku milenial berarti kudu cerdas bermedsos dong ya
Setuju mba... Klo di tempatku itu, yang sering bikin males itu hoaks itu banyakan tersebar di WAG yang anggotanya para orang2 yang lebih tua itu lho mba. Kayaknya mereka itu klo dapat WA yang beritanya terlihat "heboh" langsung share.. padahal dr diksinya juga dah kliatan klo itu hoaks doang. Mau negur...kok dia lebih tua, klo ga ditegur..kok ya gimana..
BalasHapusNah, fenomena netizen julid yg akhirnya pada menanggung akibat dilaporkan ke polisi harusnya jadi efek jera ya.
BalasHapusHati-hatilah bermain sosial media agar tak merugikan diri sendiri dan orang lain
Dan aku auto ngekek ketika sampai di bagian "kenapa begitu esmeralda?". Wkwkwkwk
BalasHapusAduh alhamdulillah sy mah gak hobby nyinyir esmeralda, apalagi di media sosial.
BalasHapusKita bikin happy aja di media sosial maah seseruan gituu
Bukan begitu esmeralda ��
Yap! Generasi millenial bukan yg asal jeplak. Kudu pinter2 ngolah dan cerna informasi yg didapat. Pun kudu pinter milah mana yg bisa dipercaya
BalasHapusJaman now, kalau aku mau liat karakter seseorang, aku suka stalking social medianya gimana. Jangan-jangan.. hehe..
BalasHapusGenerasi milenial wajib banget baca tulisan ini, Mbak. Ibu saya orang zaman baheula, sejak ada berita pencemaran nama baik oleh seorang ibu yang curhat melalui milis (yawlooo masih zaman milis, coba, lama banget kaaan), Ibu sudah berpesan kepada saya untuk berhati-hati saat menulis sesuatu di media online. Eeeh makin ke sini makin brutal ya orang-orang. Apalagi zaman-zamannya kampanye 5 tahun lalu, sampe harus unfollow teman sendiri karena isi social medianya ya kalau gak memuji-muji calon pilihan atau mengejek calon lawannya. Lelah banget bacanya. Duh, kenapa jadi saya yang tjurhaat yaaa?
BalasHapus