Sikunir Dieng: Menyapa Sunrise Tercantik Dari Desa Tertinggi

Golden Sunrise Sikunir Dieng Wonosobo

Bagaimana ya rasanya memandang Sunrise tercantik di Asia dari desa tertinggi di Pulau Jawa? 


Apalagi untuk menikmati keindahan itu kita nggak perlu susah payah mendaki gunung, cukup buka sedikit tirai jendela kamar sambil rebahan dan semburat emas mentari sudah terlihat jelas di depan mata. 

Nah, inilah cerita kami menikmati matahari pagi nan syahdu dari desa tertinggi di tanah Jawa yang bernama Sembungan. 

Desa Sembungan berada di kawasan Dieng Wonosobo, dinobatkan sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa karena memiliki ketinggian 2306 mdpl. Sedikit lebih tinggi dibanding Desa di Pegunungan Tengger Bromo yang memiliki ketinggian 2220 mdpl. 


Selayaknya desa di dataran tinggi, Sembungan memiliki alam yang indah dengan banyak danau dan bukit, salah satunya adalah Bukit Sikunir yang konon memiliki pemandangan sunrise tercantik di Asia. 

Keindahan Bukit Sikunir ini lah yang menjadi alasan kami memilih Desa Sembungan sebagai tujuan berlibur setelah 6 bulan lebih #DiRumahAja . 

Rute Jogjakarta - Kota Wonosobo kami tempuh dalam waktu 3 jam lewat jalur Salaman-Mungkid. Dilanjutkan dari Kota Wonosobo menuju Desa Sembungan menghabiskan waktu 90 menit. 

Karena berangkat dari rumah setelah Ashar, kami agak kemalaman sampai di Desa Sembungan. Jalan berkelok dan terkadang curam jadi terasa lebih menantang saat gelap. 

Untungnya ini bukan kali pertama kami menyusuri jalan perbukitan dalam kondisi gelap. Saat ke Bromo pun kami baru berangkat dari Batu Malang jam 4 sore, jadi sampai Bromo jam 11 malam, horornya jangan ditanya hahahaah. 



Offroad Di Atas Negeri Kahyangan

Jam 8 malam tepat kami tiba di gerbang Desa Sembungan. Gerbang desa ini berjarak kurang lebih 7 km dari pusat wisata Dieng. Kami langsung disambut oleh Mas Reihan, karyawan dari Afton Homestay, tempat kami akan menginap di Desa Sembungan. 

Desa Sembungan Sikunir Dieng Wonosobo
Pintu gerbang Desa Sembungan pada malam hari. 

Mas Reihan menjelaskan kalau untuk menuju homestay kami harus pindah ke mobil milik Afton karena ukuran mobil kami terlalu panjang untuk melewati jalan desa. Kalau mau tetap pakai mobil kami, berarti harus memutar melewati perkebunan, jeng jeeeeng.. 

Padahal kami cuma pakai Innova Reborn, bukan Elf apalagi truk, LOL. Meski sempat khawatir tapi kami percaya pada Mas Reihan dan menurut saat beliau meminta kami memindahkan barang-barang ke mobilnya. 

Kami diantar menuju penginapan menggunakan Mitsubishi Triton, Mas Reihan bilang kami akan melewati rute perkebunan karena si Triton ini juga nggak bisa lewat jalan desa, hyaaa sama aja :)) 

Nggak perlu waktu lama untuk membuktikan ucapan Mas Reihan, dengan mata kepala sendiri kami melihat jalan desa menuju penginapan yang ukurannya pas-pasan. Mas Reihan bilang jalan itu masih bisa dilewati mobil seukuran Avanza atau CRV, tapi untuk mobil seukuran Innova ruang beloknya nggak akan cukup. 

Untung kami tadi menurut saat diminta pindah mobil, kan nggak lucu kalau terjebak maju-mundur-maju-mundur di desa orang lain di tengah malam. 

Selanjutnya kami dibawa melewati jalur perkebunan yang lebih mirip track offroad, kadang si Triton naik ke tumpukan karung pupuk yang digeletakkan begitu saja di pinggir jalan berbatu, mau menghindari tumpukan pupuk itu? Ya siap-siap aja nyemplung danau hahaah.. Lagi-lagi kami mengucap syukur nggak nekad bawa mobil sendiri melewati perkebunan ini, bisa-bisa kami malah berenang di danau. 

Oh ya, penjemputan dari pihak homestay ini nggak dikenakan biaya lagi kok, memang bagian dari service mereka yang oke banget. 

Setelah 10 menit naik mobil pick-up sultan rasa roller coster, kami langsung tiba di depan kamar kami di Afton Homestay. Alhamdulillah penginapan ini punya akses masuk pribadi dari pinggir jalan langsung ke kamar, jadi kami tinggal ngglundung aja :)) 


Menyapa Matahari Pagi Dari Balik Selimut

Sebenarnya kami sudah berniat mendaki Puncak Sikunir karena Arka Raya ingin melihat Golden Sunrise Sikunir yang digadang-gadang sebagai yang tercantik di Asia. Tapi, lagi-lagi pandemi membuat anak-anak harus lebih bersabar. 

Jam 3 pagi saat akan bersiap mendaki, dari jendela kamar saya melihat mobil-mobil melintas menuju parkiran Sikunir, jumlahnya cukup banyak untuk membuat saya dan suami membatalkan niat mendaki Sikunir. 

Dibilang lebay atau penakut ya nggak apa-apa, kami memang belum berani mempertaruhkan keselamatan kami, terutama anak-anak, dengan ikut berbaur bersama pengunjung lain. 

Puncak Sikunir bisa menanti ya nak.. Seperti tahun kemarin, kami ke Bromo dua kali karena sekali aja nggak puas :))  

Jadi kami memutuskan tetap di penginapan dan menikmati terbitnya matahari dari kamar. Kebetulan teras kamar kami menghadap ke timur, tepat ke arah Bukit Sikunir. 

Alhamdulillah keputusan kami nggak keliru.

Dari teras kamar terlihat semburat matahari perlahan muncul di celah kedua bukit, menyatu dengan arak-arakan awan tipis yang membiaskan cahaya keemasan di langit Sikunir.

Telaga Cebong di bawah bukit juga seakan berlomba melengkapi keindahan itu dengan memantulkan gemerlap lampu di sekitarnya. MasyaAllah..
Golden Sunrise Sikunir Dieng

Golden Sunrise Sikunir Dieng

Golden Sunrise Sikunir Dieng

Suhu 10°C dan hembusan angin kencang di luar kamar membuat kami cepat-cepat kembali ke kamar, masuk selimut dan menikmati matahari yang pelan-pelan meninggi dari balik kaca kamar.

Golden Sunrise Sikunir Dieng

Sementara itu, teras belakang kamar juga tak mau kalah memberikan pemandangan menakjubkan. Tebing di arah barat memantulkan cahaya matahari timur, menciptakan warna Jingga pada puncak-puncaknya. 

Desa Sembungan Sikunir Dieng
View dari teras belakang kamar kami

Setelah sarapan kami mengitari area sekitar penginapan. Ternyata kami nggak sendirian, ada beberapa kamar lagi yang terisi, tapi sepertinya mereka masih tidur, mungkin tidur lagi setelah mendaki Sikunir, yeesss aman lah buat kami berkeliaran. 

Afton Homestay ini saya booked 10 hari sebelum keberangkatan, tumben loh saya booking jauh-jauh hari begini, padahal saat ke Malang bahkan Bromo, saya nggak pernah booking hotel sama sekali, seketemunya aja setelah sampai di tujuan. 

Tapi Pandemi mengubah kebiasaan travelling kami. Saya cuma mau penginapan di daerah sepi, dengan akses masuk pribadi langsung ke kamar, jadi nggak perlu senggolan dengan tamu lain. View di luar kamar juga harus cantik supaya kami nggak perlu keluyuran lagi. 

Dan Afton Homestay jadi satu-satunya pilihan saya, karena selain syarat-syarat di atas terpenuhi, jarak tempuh dari Afton ke Puncak Sikunir cuma memakan waktu 30 menit jalan kaki. Dibanding Seruni Point Bromo ini sih kecil lah yaa, shoombhooong :))) 

Suasana di sekitar penginapan benar-benar membuat kami jatuh hati, jalan di depannya masih berupa tanah yang hanya cukup dilewati satu mobil, sisi kiri dan kanan dipenuhi kebun kentang. Di depan penginapan agak ke bawah ada Telaga Cebong yang dijadikan sumber pengairan kebun-kebun sekitarnya. 


Afton Homestay Dieng Wonosobo
Tracking tipis-tipis di sekitar penginapan
Desa Sembungan Sikunir Dieng
Keluyuran masih pakai piyama :) 
Desa Sembungan Sikunir Dieng

Saat kami berjalan ada satu dua warga yang melintas dengan motor menuju kebunnya yang terletak di atas bukit. Setiap melewati kami, Orang-orang ini selalu tersenyum ramah dan menyapa, aah rasanya hangat sekali.

Kami juga sempat ngobrol dengan seorang petani dan ikut serta memanen kentang. Bagi anak-anak yang baru sekarang melihat tanaman kentang, pengalaman kali ini pastinya akan sangat membekas, Dek Raya bilang "Akhirnya aku panen kentang betulan, bukan cuma kentang di Hay Day" Hahahaaah. 

Desa Sembungan Sikunir Dieng
Di tengah kebun kentang

Desa Sembungan Sikunir Dieng

Setelah puas merusuh di kebun orang, kami pamit meneruskan perjalanan, turun agak ke bawah mendekati Telaga Cebong. Meski panas matahari mulai menyengat tapi udara yang berhembus tetap dingin, membuat suasana terasa sangat teduh. 

Telaga Cebong Sikunir Dieng

Sayangnya, meski suasana terasa sangat tenang dan santai tapi waktu tak ikut melambat, kami harus rela meninggalkan semua keindahan ini dan kembali ke Jogja (yang mataharinya ada dua :p) 

Kak Arka juga penasaran dengan Kawah Sikidang, jadi kami akan mampir ke sana dulu sebelum pulang. 

Terima kasih Desa Sembungan, nantikan kami kembali secepatnya yaa, we will :) 

Desa Sembungan Sikunir Dieng

Desa Sembungan Sikunir Dieng






2 komentar:

  1. Onty masih panen kentang di Hayday dan di bakul nih.. hahaha.. Happy birthday Raya, sehat soleh dan beruntung ya nak.. emuuaachh.. kapan kita ke Dieng sama2 yaa....

    BalasHapus
  2. Indahnya negeri kita. Ingin cari info year end holiday di Dieng ketemu tulisan bagus Mbak Yoanna Fayza. Terima kasih sudah berbagi info.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkomentar dengan baik ya temans, maaf sementara saya moderasi dulu :)